Pages

Rabu, 19 November 2008

_bahan renungan minggu ini_

..................Nilai manusia, bukan kenapa ia MATI, melainkan bagaimana ia HIDUP; bukan apa yang diPEROLEH, melainkan apa yang telah diBERIKAN; bukan apa PANGKATNYA, melainkan apa yang telah diPERBUAT dengan tugas yang diberikan TUHAN kepadanya............

_saduran dari sebuah email_

Senin, 10 November 2008

ANTARA Belajar 2 jam dengan Belajar berhari-hari…

Jumat kemarin saya mid test mata kuliah ”Ilmu Keperawatan Anak” dan sepertinya itu adalah ujian ‘terparah’ saya selama perkuliahan…Dengan jumlah bahan yang ‘lumayan’ banyak plus isi materi yang berat, sudah seharusnya saya mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi nyatanya saya baru mulai belajar 2 jam sebelum ujian dimulai (Hm...hebat---banget kebiasaan buruknya). Jadinya, dalam dua jam itu saya hanya bisa memahami beberapa bagian (yg tentunya menurut prediksi saya masuk dalam ujian) dan meninggalkan bagian yang lain. Dan akhirnya,,,saya sadar kalo ternyata saya sama sekali tidak punya bakat ’cenayang’ alias punya feeling yang gak bisa diharapkan karena soal-soal yang masuk sebagian besar justru di bagian ’yang tertinggalkan’ tadi...HikzHikz,, Mana soalnya dalam bentuk essay,,Mampus deh!!!
Dengan menggunakan ilmu logika tingkat tinggi (eufimisme dari ilmu pantoa’* J)...akhirnya semua soal itu terjawab juga tapi dengan derajat kebenaran mendekati nol..
................
(dan bagaimanakah akhir kisah saya?apakah saya mendapat nilai ’E’?atau keajaiban masih ada sehingga nilai saya ’A’?)
OK...itu semua gak penting, karena sebenarnya inti yang ingin saya sampaikan bukan ini tapi kejadian setelah ujian. Setelah keluar ruangan (kLo gak salah saya masuk dalam urutan 10 tercepat yg mengumpulkan kertas jawaban--ternyata keragu-raguan tidak membuatku kehilangan PD,,,sungguh terlalu!!!), tiba-tiba saja salah seorang teman menggerutu seperti ini :
Si ’teman’ : wah,,,tidak kusangkanya soal yang naik seperti ini...padahal saya sudah pelajari sampai kedetail-detailnya, terutama tentang Kardiovaskular. Hancurnya jawabanku...bla...bla...bla...
Ahaa...kontan hati kecil saya bersorak. Ternyata bukan cuma saya yang berpikir seperti itu. Bagi saya, ini bisa mempunyai beberapa makna. Pertama, soal yang naik sebenarnya kurang menggambarkan inti materi yang selama ini telah diajarkan (apakah ini berarti kalo dosennya telah salah membuat soal?entahlah...yang jelas saya tidak mengatakan seperti itu J). Kedua, dalam hal nilai, saya pikir belajar 2 jam dengan belajar berhari-hari kini tidak lagi menunjukkan perbedaan yang berarti--terbukti dengan keluhanku yang sama dengan keluhan temanku...Ketiga, saya kembali sadar kalo ternyata feelingku tidak seburuk yang kukira sebelumnya karena teman-temanku rata-rata punya feeling yang sama denganku (Bukankah sesuatu yang semakin banyak bisa berarti semakin mendekati kebenaran???).
Dan kisah berlanjut...
Sementara kami mendiskusikan tentang ujian, tiba-tiba salah seorang senior + asisten lab yang selama ini telah menjadi ’kakak’ bagi kami semua lewat...kontan kami semua mengeluhkan tentang ujian tadi ke si ’kakak’. Akhirnya, satu kenyataan terungkap dari laporan salah seorang temanku. Katanya, beberapa teman sekelas yang kebetulan duduk di belakang ketika ujian berhasil membuka diktat dan mengcopy-paste semua jawaban-jawaban soal tadi. Wow...bagus banget!!! Jadi sementara kami yang duduk di depan kebingungan dengan soalnya, teman-teman di belakang dengan santainya berbuat curang. Sekarang bukan saatnya memprediksikan perbedaan nilai antara yang belajar 2 jam dengan yang belajar berhari-hari, tetapi perbedaan nilai antara orang-orang yang duduk di depan dengan yang duduk di belakang ketika ujian...:(
Setelah mendengar keluh kesah kami, si ’kakak’ kemudian (seperti biasa) menenangkan kami semua dengan kalimat-kalimatnya yang lembut. Dan diantara beberapa kalimat yang sempat dia sampaikan, ada satu yang membuat saya tersadar. Kalo tidak salah, kutipannya seperti ini :
”adik-adik harus sadar kalo ternyata ilmu yang adik miliki masih kurang. Jika soal ujian saja tidak bisa menjawab, jadi dengan modal apa nantinya adik menghadapi pasien di rumah sakit?”
Hmmm.....jujur saya tertampar dengan kalimat itu dan membuat saya menyadari banyak sekali hal :
- Saat ini saya sudah di Semester V, tapi apa isi otak saya sudah sebanyak semester yang saya lewati? (Jawabannya tentu saja ’belum’--apalagi dengan kebiasaan belajar 2 jam sebelum ujian)
- Jika saya belajar untuk ujian, jadi kemana niat awal saya yang dulu memilih jurusan ini dengan alasan ingin menolong orang lain???
- Jika ingin mendapat ilmu, pantaskah jika saya memilih-milah bagian yang harus saya pelajari ? (apalagi dengan mengandalkan feeling??)
- Jika ingin mendapat nilai bagus di ujian, mengapa saya harus mencari-cari kesalahan dari jenis soal atau mencari pembenaran diri dengan menyamakan persepsi dengan teman yang lain?
- Jika ada teman yang buka diktat, buat apa saya sakit hati? Bukankah dosanya ke dia juga, tidak nyerempet ke saya kan? Tuhan selalu adil kok...
Akhirnya,,,karena ini saya tidak lagi menganggap ujian ini sebagai ujian ’terparah’ tapi justru ujian yang ’membawa berkah’...
Thanx a Lot kepada si ’kakak’ (yang tidak perlu kusebutkan namanya karena pertimbangan privasi)

*istilah yang hanya dimengerti oleh smudama-ers

Minggu, 02 November 2008

"Baru muncul...(lagi)..."

"Baru muncul..(lagi)....."
........................
dengan bingung...
dengan.................
.............................
hFfffhhhh...........


kapan-kapan....(lagi).....